14 Desember 2013

Mari Berteologi Dalam Kerendahan Hati

RAHASIA ALLAH

Berteologi adalah bagian dari kemanusiaan kita; secara sadar ataupun tidak setiap orang sebenarnya berteologi. Bahkan seorang yang berkata bahwa ia tidak percaya kepada yang namanya "Allah," ia pun sebenarnya sedang berteologi. Itulah sebabnya, belajar teologi itu penting sebab hal itu menyangkut hidup kita.

"Starting point" dari berteologi yang benar adalah menyadari bahwa ada batasan/limit dari pemahaman manusia mengenai kebenaran Allah. Rasul Paulus dalam Roma 9-11 membicarakan mengenai keagungan pekerjaan Allah dalam kehidupan bangsa Israel ataupun bangsa-bangsa bukan Israel (Gentiles), meskipun demikian, dalam batasan tertentu Paulus menyadari bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak bisa dijelaskan lebih lanjut karena hal tersebut adalah rahasia Allah, itulah sebabnya Paulus berkata:

"O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! sebab siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasehatnya? ... ."

Hal ini menyadarkan kita bahwa saat kita belajar teologi, tidak harus seluruh pertanyaan yang ada dipikiran kita semuanya terjawab secara tuntas. Mengapa demikian? sebab ada hal-hal tertentu yang memang pada dasarnya masih merupakan misteri yang kita belum mampu pahami secara utuh sekarang ini. Jadi, dalam berteologi, kita harus membatasi diri kita pada hal-hal yang diungkapkan Allah kepada kita. Oleh karena apa yang Allah ungkapkan kepada manusia, terkait mengenai kebenaran mengenai diri Allah dan kehendak Allah hanya ada dalam Alkitab, maka kita harus membatasi bangun teologi kita pada hal-hal yang dinyatakan oleh Alkitab.

R. C. Sproul memberikan masukkan pemikiran yang baik, saat ia menuliskan mengenai perbedaan antara misteri, paradoks dan kontradiksi. Ia menegaskan bahwa dalam Alkitab tidak ada kontradiksi, yang ada adalah misteri dan paradoks; alasannya adalah kebenaran itu tidak bisa berkontradiksi, artinya kebenaran itu tidak bisa disaat yang sama ia sekaligus benar ataupun salah. Dalam Alkitab kita menemukan banyak kebenaran yang sifatnya paradoks, misalnya saja mengenai ajaran kepemimpinan, dimana Yesus menegaskan bahwa pemimpin haruslah yang pertama melayani, artinya pemimpin adalah pelayan; pemimpin dan pelayan adalah dua oknum yang berbeda bahwa secara status berlawanan, namun Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin Kristen pada dasarnya adalah seorang pelayan; hal ini bukan kontradiksi namun paradoks.

Di sisi yang lain lagi, kita akan menemukan ada banyak hal yang ingin kita ketahui, namun Alkitab tidak memberikan jawabannya pada kita, misalnya saja mengenai peristiwa kejatuhan iblis atau awal mula dari kejahatan di dunia para malaikat; hal tersebut tertutup bagi kita sekarang sebab Alkitab tidak mengungkapkannya. Saat kita berhadapan dengan hal-hal yang masih misteri, maka kita harus membatasi diri untuk tidak membuat kesimpulan-kesimpulan sendiri yang bisa saja salah.

Mengapa ada kebenaran-kebenaran tertentu yang sifatnya masih misteri bagi kita? Tentu jawabannya adalah karena keterbatasan kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Kita tidak maha tahu, pengetahuan kita baik tentang Tuhan maupun tentang diri kita sendiri sangatlah terbatas; itulah sebabnya Alkitab hanya mengungkapkan kepada kita apa yang kita butuhkan supaya kita dapat mengenal Allah secara benar dan membawa kita kepada hubungan yang hidup/dinamis dengan diri-Nya.

Kesadaran bahwa pengetahuan kita bergantung kepada apa yang diungkapkan Allah sehingga pengetahuan kita sifatnya sifatnya terbatas dan kesadaran bahwa masih ada banyak hal yang sifatnya misteri seharusnya membuat kita belajar untuk selalu rendah hati. Manusia itu tidak mampu memahami Allah tidak Ia tidak menyatakan diri-Nya kepada kita; jadi kalaupun kita memahami sebagian jati diri Allah dan kehendak-Nya, itu bukan karena kita punya kemampuan berpikir yang lebih dari manusia lainnya, namun karena anugerah Tuhanlah kita memiliki itu.

Kesadaran bahwa pengetahuan kita sifatnya terbatas menyadarkan kita untuk tidak memutlakan hal-hal yang sfatnya tidak dimutlakan oleh Alkitab. Ada kalanya kita bisa bertengkar satu dengan yang lain, karena interpretasi yang berbeda mengenai hal-hal yang sifatnya masih tertutup; perbedaan pandangan dalam melihat kemungkinan arti dari teks tertentu memang hal yang bisa terjadi, namun kita tentu saja tidak perlu menjadi bermusuhan saat kita berbeda interpretasi terhadap bagian-bagian tertentu dalam teologi yang sifatnya memang terkadang bisa multi arti.

Belajar teologi dalam kerendahan hati, itulah yang membuat proses belajar teologi menjadi indah dan membangun. Mari belajar teologi.