Dalam Amsal 1:7 dikatakan takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. Istilah permulaan menunjuk pada gagasan ‘titik berangkat.’ Jadi, titik berangkat dari hikmat ada pada sikap takut akan Tuhan. Namun, apakah arti takut akan Tuhan disini? Apabila kita menelaahnya menurut Amsal 1 khususnya dalam kaitan dengan ay. 4-5
untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran, untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda-- baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan
kita akan menemukan bahwa pengertian takut akan Tuhan berhubungan dengan kerendahan hati untuk belajar. Ide mengenai takut akan Tuhan dikontraskan dengan ide mengenai kesombongan dalam kaitannya dengan sikap merasa diri cukup tahu sehingga merasa tidak perlu dan tidak mau untuk belajar lagi. Dari hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa takut akan Tuhan berhubungan dengan sikap rendah hati yang dengan penuh kerelaan mau belajar. Dengan demikian apakah “kuncinya” supaya kita dapat menjadi orang yang berhikmat? jawabnya, tentu saja, kerendahan hati untuk mau belajar.
Apakah akibatnya apabila kita tidak mau belajar? Maka kita akan menjadi bodoh. Bodoh disini tentu tidak sama dengan tidak pintar sebab mungkin saja ada banyak orang yang pintar, tetapi tidak dewasa, pintar tetapi tidak bijak. Kepintaran yang seperti ini, hanyalah kepintaran yang bernilai separuh. Dari sini, kita harus mengerti bahwa pintar saja tidak cukup. Kita harus jadi orang yang ‘smart and wise’, menjadi orang yang cerdas tetapi juga bijaksana. Dan orang yang pintar namun tidak bijak, pada dasarnya tidak berbeda dengan orang bodoh.
Untuk menjadi “smart and wise” kuncinya sama yakni kerendahan hati untuk mau belajar. Apa yang harus kita pelajari supaya jadi berhikmat? kita harus belajar dalam segala hal. Setidaknya ada 4 sumber pelajaran yang dapat kita telaah terus disepanjang hidup kita yakni: 1) hal-hal biasa yang kita alami tiap-tiap hari 2) dari hal-hal yang tidak biasa, misalnya melalui sakit, kekecewaan dsb 3) melalui hal-hal umum yang diajarkan di sekolah 4) melalui Firman Allah.
Dari 4 sumber atau materi pembelajaran tersebut, manakah yang paling penting? Tentu saja Firman Allah, mengapa demikian? Sebab melalui Firman Allah, kita akan menemukan kebenaran-kebenaran yang bersifat soteriologis dan etis. Dalam 2 Timotius 3:15-16 dikatakan
"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal kitab suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan. Segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."
Mengapa kebenaran yang demikian menjadi lebih penting dari pada kebenaran umum lainnya? Karena kebutuhan dan persoalan manusia terutama berhubungan dengan dosa dan karakter manusia yang rusak. Jadi, melalui Alkitab, kita akan menemukan kebenaran-kebenaran, tetapi apakah yang dimaksudkan dengan kebenaran? Dalam Alkitab istilah kebenaran memiliki pengertian yang cukup beragam. Ada beberapa istilah yang dipakai yakni 1) ‘Misypat’ yang menunjuk pada ketepatan, keputusan yang tepat dikategorikan kebenaran, perlakukan yang tepat terhadap sesama juga dikategorikan kebenaran 2) ‘Tsedaqa’ menunjuk pada kesesuaian, sesuatu dikatakan benar atau kebenaran kalau sudah sesuai dengan apa yang Tuhan sudah tetapkan, ini berarti kebenaran berhubungan dengan segala hal yang sesuai dengan kehendak Tuhan; kebenarandalam istilah ini juga berhubungan dengan kelurusan, apa yang dinyatakan, dilakukan, diungkapkan sesuai dengan aslinya; kata ini juga mengacu kepada firman yang menjadi ukuran atau standard kehidupan moral bagi kehidupan umat Tuhan; kata ini juga berhubungan dengan sifat pemerintahan Allah yang sudah pasti benar; terakhir kata ini berhubungan dengan status yang diberikan Allah bagi umat-Nya 3) ‘emet’ menujuk pada kesetian Tuhan 4) ‘aletheia’ yang menunjuk pada kebenaran secara akal budi/kebenaran logis ; sesuatu yang dapat dipercayai; sesuatu yang real; 4) ‘diakiosune’ menunjuk pada status yang Allah berikan; sikap yang sesuai dengan kehendak Allah. (Payne dkk, 1997: 11-12) Apabila melihat penggunaannya istilah kebenaran dipakai cukup beragam, oleh sebab itu nampaknya bukanlah hal yang mudah mendevinisikan kata ‘kebenaran.’ Tetapi dalam pembicaraan kita sekarang istilah ‘kebenaran’ yang saya maksudkan menunjuk pada Firman Tuhan yang menjadi standard bagi ketepatan, kesesuaian dan kelurusan hidup yang seharusnya dimiliki oleh anak-anak Tuhan.
Ada tujuh tujuan dalam mempelajari Firman Tuhan (yang merupakan sumber kebenaran soteriologis dan etis bagi manusia) yakni: Pertama, supaya orang-orang berdosa dapat mengenal Allah secara benar, sehingga tidak binasa, tetapi dapat memperoleh hidup yang kekal. Dalam Hos 4:6 dikatakan Umatku binasa karena tidak mengenal Allah. Lalu dalam Yoh 17:3 dikatakan inilah hidup yang kekal itu yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang telah engkau utus. Dari ayat ini kita melihat bahwa keselamatan berhubungan dengan pengenalan akan Allah, artinya kita akan memperoleh anugrah keselamatan apabila kita mempunyai pengertian yang benar akan Allah dan Yesus Kristus, jadi apabila kita tidak mempunyai pengenalan akan Allah dan Tuhan Yesus Kristus yang benar maka orang itu tidak mungkin menerima anugrah keselamatan. Jadi apabila kita menolak mempelajari kebenaran iman Kristen seperti yang diajarkan Alkitab maka kita sama saja dengan menolak Allah yang benar. Kebenaran ini seharusnya membuat kita, orang-orang yang hatinya sudah diubahkan Tuhan mempunyai sikap dan hidup yang ANTUSIAS dalam mempelajari Alkitab baik melalui renungan pribadi, PA kelompok dsb.
Kedua, supaya pengalaman-pengalaman rohani yang beraneka ragam bisa diuji. Kita perlu belajar kebenaran dari Alkitab karena antara kebenaran dan pengalaman itu sangat berhubungan.(Erickson, 1985:29) Saat ini ada banyak orang yang mengaku dirinya mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus bersama Tuhan. Pengalaman yang amat banyak itu terkadang membuat kita bingung, yang mana yang benar dan mana yang salah. Ini kuncinya: PENGALAMAN YANG BENAR SELALU SEJALAN DAN MENDUKUNG KEBENARAN FIRMAN. Jadi apabila kita tidak pernah mempunyai pemahaman yang benar akan kebenaran Firman, maka kita akan kesulitan membedakan pengalaman yang benar dan pengalaman yang tidak benar.
Ketiga, karena kita harus mengasihi Tuhan dengan pikiran kita juga. Dalam Markus 12:30 dikatakan kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kita perlu mempelajari kebenaran iman sebagai ungkapan kasih orang-orang Kristen kepada Allah; karena Allah menuntut supaya orang-orang Kristen mengasihi Dia dengan akal budinya juga. Bagaimana caranya? dengan mengisi pikiran kita dengan kebenaran-kebenaran Firman Tuhan, dengan mencintai Firman Tuhan.
Keempat supaya orang-orang Kristen tahu dan mengerti apa yang dipercayainya. Grudem (1994:28) mengatakan salah satu tujuan belajar teologia adalah to overcome our wrong idea ‘menanggulangi ide-ide kita yang salah.’ Untuk bisa melihat yang salah maka kita harus belajar yang benar. Untuk tahu iman/kepercayaan yang salah kita harus belajar iman/kepercayaan yang yang benar. Dalam Roma 10:17 dikatakan jadi iman timbul oleh pendengaran dan oleh pendengaran firman Kristus. Oleh karena Iman yang benar berkaitan dengan pendengaran akan Firman maka orang-orang Kristen yang ingin mengerti imannya dengan benar sehingga mampu melihat iman/kepercayaan yang salah sudah pasti akan mempelajari kebenaran-kebenaran dalam Alkitab.
Kelima untuk memberikan dasar dan fondasi bagi orang Kristen dalam berapologetika.[1] Iman Kristen sepanjang sejarah ditantang dan ditentang oleh pengajaran ataupun kepercayaan lain yang tidak sejalan dengannya. Oleh karenanya kita harus mempunyai pemahaman yang benar dan kuat sehingga kita mampu memberi jawab saat dunia mempertanyakan iman kita. Dalam 1 Petrus 3:15 dikatakan tetapi kuduskanlah Kristus dalam hatimu! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada pada kamu…. Erickson (1985: 29) mengatakan teologi atau kebenaran iman Kristen dibutuhkan karena pergumulan, tantangan dan alternative jawaban yang dimunculkan manusia untuk persoalan kita yang makin hari makin banyak. Grudem (1994:28) mengatakan …theology help us to be able to make better decisions leter on new question of doctrine that may arise.
Keenam untuk mewujudkan ketaatan orang-orang Kristen terhadap Amanat Agung dari Tuhan Yesus yaitu supaya mempelajari semua hal yang diajarkan oleh Dia. (bdk. Grudem, 1994:26-27) Dalam Matius 28:19 dikatakan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu.
Ketujuh supaya kerohanian kita terpelihara. Mempelajari kebenaran Alkitab akan menguntungkan bagi hidup orang-orang Kristen, karena kebenaran Firman adalah makanan bagi jiwa/roh manusia. Dalam Matius 4:4 dikatakan manusia hidup bukan dari roti saja tapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Sewaktu Yesus dicobai Iblis untuk mengubah batu jadi roti, Tuhan Yesus menolaknya dan menegaskan secara tidak langsung bahwa kebutuhan dasar manusia bukanlah sekedar roti melainkan terutama adalah Firman Tuhan. Kesejajaran Firman Tuhan dengan makanan menujukan Firman Tuhan berperan terpenting dalam pertumbuhan iman orang-orang Kristen. (Grudem, 1994:29)
untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran, untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda-- baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan
kita akan menemukan bahwa pengertian takut akan Tuhan berhubungan dengan kerendahan hati untuk belajar. Ide mengenai takut akan Tuhan dikontraskan dengan ide mengenai kesombongan dalam kaitannya dengan sikap merasa diri cukup tahu sehingga merasa tidak perlu dan tidak mau untuk belajar lagi. Dari hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa takut akan Tuhan berhubungan dengan sikap rendah hati yang dengan penuh kerelaan mau belajar. Dengan demikian apakah “kuncinya” supaya kita dapat menjadi orang yang berhikmat? jawabnya, tentu saja, kerendahan hati untuk mau belajar.
Apakah akibatnya apabila kita tidak mau belajar? Maka kita akan menjadi bodoh. Bodoh disini tentu tidak sama dengan tidak pintar sebab mungkin saja ada banyak orang yang pintar, tetapi tidak dewasa, pintar tetapi tidak bijak. Kepintaran yang seperti ini, hanyalah kepintaran yang bernilai separuh. Dari sini, kita harus mengerti bahwa pintar saja tidak cukup. Kita harus jadi orang yang ‘smart and wise’, menjadi orang yang cerdas tetapi juga bijaksana. Dan orang yang pintar namun tidak bijak, pada dasarnya tidak berbeda dengan orang bodoh.
Untuk menjadi “smart and wise” kuncinya sama yakni kerendahan hati untuk mau belajar. Apa yang harus kita pelajari supaya jadi berhikmat? kita harus belajar dalam segala hal. Setidaknya ada 4 sumber pelajaran yang dapat kita telaah terus disepanjang hidup kita yakni: 1) hal-hal biasa yang kita alami tiap-tiap hari 2) dari hal-hal yang tidak biasa, misalnya melalui sakit, kekecewaan dsb 3) melalui hal-hal umum yang diajarkan di sekolah 4) melalui Firman Allah.
Dari 4 sumber atau materi pembelajaran tersebut, manakah yang paling penting? Tentu saja Firman Allah, mengapa demikian? Sebab melalui Firman Allah, kita akan menemukan kebenaran-kebenaran yang bersifat soteriologis dan etis. Dalam 2 Timotius 3:15-16 dikatakan
"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal kitab suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan. Segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."
Mengapa kebenaran yang demikian menjadi lebih penting dari pada kebenaran umum lainnya? Karena kebutuhan dan persoalan manusia terutama berhubungan dengan dosa dan karakter manusia yang rusak. Jadi, melalui Alkitab, kita akan menemukan kebenaran-kebenaran, tetapi apakah yang dimaksudkan dengan kebenaran? Dalam Alkitab istilah kebenaran memiliki pengertian yang cukup beragam. Ada beberapa istilah yang dipakai yakni 1) ‘Misypat’ yang menunjuk pada ketepatan, keputusan yang tepat dikategorikan kebenaran, perlakukan yang tepat terhadap sesama juga dikategorikan kebenaran 2) ‘Tsedaqa’ menunjuk pada kesesuaian, sesuatu dikatakan benar atau kebenaran kalau sudah sesuai dengan apa yang Tuhan sudah tetapkan, ini berarti kebenaran berhubungan dengan segala hal yang sesuai dengan kehendak Tuhan; kebenarandalam istilah ini juga berhubungan dengan kelurusan, apa yang dinyatakan, dilakukan, diungkapkan sesuai dengan aslinya; kata ini juga mengacu kepada firman yang menjadi ukuran atau standard kehidupan moral bagi kehidupan umat Tuhan; kata ini juga berhubungan dengan sifat pemerintahan Allah yang sudah pasti benar; terakhir kata ini berhubungan dengan status yang diberikan Allah bagi umat-Nya 3) ‘emet’ menujuk pada kesetian Tuhan 4) ‘aletheia’ yang menunjuk pada kebenaran secara akal budi/kebenaran logis ; sesuatu yang dapat dipercayai; sesuatu yang real; 4) ‘diakiosune’ menunjuk pada status yang Allah berikan; sikap yang sesuai dengan kehendak Allah. (Payne dkk, 1997: 11-12) Apabila melihat penggunaannya istilah kebenaran dipakai cukup beragam, oleh sebab itu nampaknya bukanlah hal yang mudah mendevinisikan kata ‘kebenaran.’ Tetapi dalam pembicaraan kita sekarang istilah ‘kebenaran’ yang saya maksudkan menunjuk pada Firman Tuhan yang menjadi standard bagi ketepatan, kesesuaian dan kelurusan hidup yang seharusnya dimiliki oleh anak-anak Tuhan.
Ada tujuh tujuan dalam mempelajari Firman Tuhan (yang merupakan sumber kebenaran soteriologis dan etis bagi manusia) yakni: Pertama, supaya orang-orang berdosa dapat mengenal Allah secara benar, sehingga tidak binasa, tetapi dapat memperoleh hidup yang kekal. Dalam Hos 4:6 dikatakan Umatku binasa karena tidak mengenal Allah. Lalu dalam Yoh 17:3 dikatakan inilah hidup yang kekal itu yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang telah engkau utus. Dari ayat ini kita melihat bahwa keselamatan berhubungan dengan pengenalan akan Allah, artinya kita akan memperoleh anugrah keselamatan apabila kita mempunyai pengertian yang benar akan Allah dan Yesus Kristus, jadi apabila kita tidak mempunyai pengenalan akan Allah dan Tuhan Yesus Kristus yang benar maka orang itu tidak mungkin menerima anugrah keselamatan. Jadi apabila kita menolak mempelajari kebenaran iman Kristen seperti yang diajarkan Alkitab maka kita sama saja dengan menolak Allah yang benar. Kebenaran ini seharusnya membuat kita, orang-orang yang hatinya sudah diubahkan Tuhan mempunyai sikap dan hidup yang ANTUSIAS dalam mempelajari Alkitab baik melalui renungan pribadi, PA kelompok dsb.
Kedua, supaya pengalaman-pengalaman rohani yang beraneka ragam bisa diuji. Kita perlu belajar kebenaran dari Alkitab karena antara kebenaran dan pengalaman itu sangat berhubungan.(Erickson, 1985:29) Saat ini ada banyak orang yang mengaku dirinya mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus bersama Tuhan. Pengalaman yang amat banyak itu terkadang membuat kita bingung, yang mana yang benar dan mana yang salah. Ini kuncinya: PENGALAMAN YANG BENAR SELALU SEJALAN DAN MENDUKUNG KEBENARAN FIRMAN. Jadi apabila kita tidak pernah mempunyai pemahaman yang benar akan kebenaran Firman, maka kita akan kesulitan membedakan pengalaman yang benar dan pengalaman yang tidak benar.
Ketiga, karena kita harus mengasihi Tuhan dengan pikiran kita juga. Dalam Markus 12:30 dikatakan kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kita perlu mempelajari kebenaran iman sebagai ungkapan kasih orang-orang Kristen kepada Allah; karena Allah menuntut supaya orang-orang Kristen mengasihi Dia dengan akal budinya juga. Bagaimana caranya? dengan mengisi pikiran kita dengan kebenaran-kebenaran Firman Tuhan, dengan mencintai Firman Tuhan.
Keempat supaya orang-orang Kristen tahu dan mengerti apa yang dipercayainya. Grudem (1994:28) mengatakan salah satu tujuan belajar teologia adalah to overcome our wrong idea ‘menanggulangi ide-ide kita yang salah.’ Untuk bisa melihat yang salah maka kita harus belajar yang benar. Untuk tahu iman/kepercayaan yang salah kita harus belajar iman/kepercayaan yang yang benar. Dalam Roma 10:17 dikatakan jadi iman timbul oleh pendengaran dan oleh pendengaran firman Kristus. Oleh karena Iman yang benar berkaitan dengan pendengaran akan Firman maka orang-orang Kristen yang ingin mengerti imannya dengan benar sehingga mampu melihat iman/kepercayaan yang salah sudah pasti akan mempelajari kebenaran-kebenaran dalam Alkitab.
Kelima untuk memberikan dasar dan fondasi bagi orang Kristen dalam berapologetika.[1] Iman Kristen sepanjang sejarah ditantang dan ditentang oleh pengajaran ataupun kepercayaan lain yang tidak sejalan dengannya. Oleh karenanya kita harus mempunyai pemahaman yang benar dan kuat sehingga kita mampu memberi jawab saat dunia mempertanyakan iman kita. Dalam 1 Petrus 3:15 dikatakan tetapi kuduskanlah Kristus dalam hatimu! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada pada kamu…. Erickson (1985: 29) mengatakan teologi atau kebenaran iman Kristen dibutuhkan karena pergumulan, tantangan dan alternative jawaban yang dimunculkan manusia untuk persoalan kita yang makin hari makin banyak. Grudem (1994:28) mengatakan …theology help us to be able to make better decisions leter on new question of doctrine that may arise.
Keenam untuk mewujudkan ketaatan orang-orang Kristen terhadap Amanat Agung dari Tuhan Yesus yaitu supaya mempelajari semua hal yang diajarkan oleh Dia. (bdk. Grudem, 1994:26-27) Dalam Matius 28:19 dikatakan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu.
Ketujuh supaya kerohanian kita terpelihara. Mempelajari kebenaran Alkitab akan menguntungkan bagi hidup orang-orang Kristen, karena kebenaran Firman adalah makanan bagi jiwa/roh manusia. Dalam Matius 4:4 dikatakan manusia hidup bukan dari roti saja tapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Sewaktu Yesus dicobai Iblis untuk mengubah batu jadi roti, Tuhan Yesus menolaknya dan menegaskan secara tidak langsung bahwa kebutuhan dasar manusia bukanlah sekedar roti melainkan terutama adalah Firman Tuhan. Kesejajaran Firman Tuhan dengan makanan menujukan Firman Tuhan berperan terpenting dalam pertumbuhan iman orang-orang Kristen. (Grudem, 1994:29)